Kain songket asal Palembang saat ini sedang diupayakan agar dapat populer dan dikenal masyarakat di seluruh tanah air layaknya batik.
"Kami selalu mengharapkan songket dapat seperti batik yang dikenal oleh seluruh masyarakat di Indonesia," kata Pengurus Bidang Tenun Yayasan Az-Zahra, Farida Siregar, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, ada lebih dari 1.000 motif songket khas Palembang yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber inspirasi dalam dunia mode.
Farida mencontohkan beberapa motif songket khas Palembang di antaranya Bungo Tanjung, Nago Besaung, Bungo Melati, Nampan Perak, Pacar Cina, Tetes Mider, Tiga Negri, Jando Beraes, dan Bungu Pacik.
"Namun dari sisi harga kami akui songket memang masih sangat mahal karena proses pembuatannya rumit dan lama," katanya.
Sampai saat ini harga songket berkualitas masih berkisar Rp4 juta lebih, bahkan ada yang harganya mencapai Rp70 juta/lembar.
Hal itu karena kain songket belum diproduksi secara masal di samping juga harga bahan baku (benang) yang mahal. "Kami akan berupaya mencari bahan baku yang lebih murah agar songket dapat diproduksi secara masal sehingga harganya lebih terjangkau," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Sapta Nirwandar, dalam kesempatan yang sama mengatakan, upaya menasionalisasikan songket sejalan dengan program pemerintah.
"Pemerintah sedang mengembangkan gerakan nasional mengenakan baju tradisi misalnya tenun, batik, songket, dan jumputan," katanya.
Ia menambahkan, saat ini diperbolehkan dalam pertemuan resmi untuk mengenakan pakaian tradisional di samping mengenakan jas atau blazer.
Oleh karena itu, pihaknya siap mendukung sosialisasi songket dalam berbagai event di antaranya pameran budaya agar masyarakat semakin tergerak untuk mengenakan songket layaknya batik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar