Rabu, 24 April 2013

Gaya Harajuku dalam Busana Tenun Edbe


Eddy Betty merupakan salah satu desainer Indonesia yang banyak mengeksplorasi keindahan kain batik melalui lini sekundernya, edbe. Tak heran namanya identik sebagai perancang busana batik. Untuk mematahkan stigma tersebut, Eddy Betty dan pasangan bisnisnya, Ley Puspa Sandjaja, meluncurkan koleksi busana siap pakai dari kain tenun. Peragaan busana bertajuk "Imperata Nomadechic" (from sunrise to sunset) pun digelar dengan menghadirkan 114 busana siap pakai.

"Inspirasinya didapatkan ketika sedang berlibur ke Bali, dan menemukan sebuah kain tenun ikat Bali yang sangat cantik. Dari situ akhirnya saya tertarik untuk lebih mengenal jenis kain tenun ikat Bali," papar Eddy menjelang show-nya di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (7/6/2012) lalu.

Eddy memaparkan keselarasan harmoni antara kain tenun ikat Ende, Bali, dengan idealismenya. Ia tidak hanya menggunakan motif-motif tenun klasik, tetapi juga motif-motif kreasinya sendiri, seperti payung, polkadot, kotak-kotak, dan lain-lain. Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah untuk keluar dari pakem klasik dalam kain tenun, sekaligus memberikan nafas baru untuk memperkaya motif tenun.

"Untuk mempersiapkan koleksi busana tenun ini, saya membutuhkan waktu sekitar enam bulan," tukas Eddy, yang menggunakan kain tenun ikat dari Klungkung, Ubud, dan Gianyar.

Fashion show-nya sendiri dibagi menjadi tiga bagian yang menggambarkan ceritanya masing-masing. Di babak pertama, koleksi tenun dihadirkan dalam warna pagi seperti hijau, biru, dan oranye, yang menyiratkan keindahan matahari saat akan terbit. Pada babak kedua koleksi kain ikat Bali dihadirkan dalam warna yang lebih lembut dan natural, yang menggambarkan ketenangan jiwa saat tengah hari. Untuk memancarkan ketenangan ini, Eddy banyak menggunakan warna-warna pastel seperti krem. Kain tenun juga dikombinasikan dengan bahan linen yang lebih ringan.


"Kain linen dipilih jadi paduan tenun karena punya tekstur yang mirip dengan tenun, sehingga ketika digabungkan, hasilnya tidak berbeda jauh dengan tekstur tenunnya," jelas Ley Sandjaja
Sedangkan pada babak ketiga, kain tenun diolah lebih mewah dengan dominasi warna gelap seperti hijau tua, biru tua, coklat tua, sampai merah tua. Babak ketiga ini melambangkan keindahan kilau warna alam saat matahari akan terbenam.


Sebagian besar gaya busana tenun ini diberi sentuhan gaya Harajuku yang edgy, seperti model kantung celana yang besar, potong pola, dan berbagai teknik draperi yang memberikan kesan tubuh lebih bervolume. Cutting yang asimetris, dengan tambahan aplikasi draperi dan renda besar yang ditambahkan ke dalam busana, membuat busana terlihat lebih dinamis dan bergaya anak muda.

Dalam koleksi busana ini, Eddy banyak menampilkan busana siap pakai dalam bentuk mini dress tanpa lengan, bolero, gaun strapless, jumpsuit, rompi, rok mini, celana pendek, kemeja, dan celana panjang, yang banyak diolah dengan gaya loose (longgar) dan potongan asimetris.

Salah satu kekuatan dalam koleksi Edbe ini terletak pada ketelitian Eddy untuk menggabungkan beberapa motif tenun yang berbeda dalam satu busana siap pakai. Bahkan ia terbilang teliti dan berani menggabungkan sampai empat jenis kain tenun ikat yang berbeda motif dalam satu dress. Hal ini menjadikan koleksi busananya terkesan lebih kasual, fashionable, artistik, dan edgy.

"Semua koleksi Edbe ini adalah koleksi personal, yang berarti tidak diproduksi massal. Sama seperti batik tulis, tenun juga tidak bisa menghasilkan kain yang sama persis, maka koleksi ini pasti berbeda satu sama lain. Ini pula lah yang membuat koleksi Edbe merupakan koleksi ready to wear deluxe," papar Ley.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar