Minggu, 16 Juni 2013

Badan Legislasi Kerja Cepat

Tari dan Tenun Tapis Masuk Draf Raperda

BANDARLAMPUNG – Draf rancangan peraturan daerah (raperda) pendidikan terus dikebut, menjelang ketok palu yang rencananya dilakukan 27 Desember. Hasil keputusan rapat internal Badan Legislasi (Banleg) DPRD Bandarlampung kemarin (13/12) menyepakati beberapa rumusan yang akan termuat dalam pasal dan butir raperda yang kali pertama diagagas wakil rakyat itu.


Ketua Banleg Raperda Pendidikan Wiyadi mengatakan, ada beberapa usulan yang dimasukkan dalam draf tersebut. Antara lain pembentukan lembaga bantuan hukum (LBH). Nantinya LBH ini bernaung di bawah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

’’Selama ini para guru punya harapan yang besar terhadap organisasi PGRI. Selain mewadahi para tenaga pengajar, PGRI diharapkan bisa memberikan proteksi dan memediasi berbagai kasus hukum yang sering menjerat para guru. Untuk itulah, kami sepakat LBH harus ada sebagai sandaran guru ketika menuai masalah hukum,” beber legislator dari PDI Perjuangan itu.

Tindakan yang bisa merembet ke jalur hukum, imbuhnya, seperti menjewer dan menepuk. Bagi kalangan guru selama ini, hal itu masih merupakan tindakan yang mendidik, bukan kekerasan. ’’Tetapi, dampaknya, si guru terkena tahanan kota dan harus mengikuti persidangan di pengadilan. Maka jangan sampai kasus-kasus ini muncul di kota kita,” ujar Wiyadi.

Dia pun melontarkan kritik kepada PGRI. Di mana, menurutnya, saat ini tidak banyak perjuangan yang dilakukan oleh PGRI untuk para guru. Diungkapkan, organisasi hanya sibuk dengan kegiatan seremonial seperti jalan santai dan seminar. Padahal ada tugas besar yang harus dikerjakan PGRI, yaitu melindungi profesi guru karena ini menyangkut peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.

’’Kalau guru bekerja dengan rasa aman dan tidak tertekan, tentunya mereka akan memberikan pekerjaan terbaik untuk mendidik para siswanya,” kata dia,

Masih menurut Wiyadi, keberadaan LBH guru dan perlindungan para guru mutlak dikerjakan oleh PGRI. ’’Jangan sampai PGRI begitu ada anggotanya kena musibah, baru sibuk sana-sini mencari jalan selamat,” timpalnya.

Disinggung soal dewan kehormatan guru (DKG), Wiyadi menegaskan, hal itu memang penting karena perannya ikut melindungi profesi guru. Saat ini perlindungan terhadap profesi guru sangat lemah, termasuk guru langsung dibawa ke ranah pidana jika ada orang tua yang tak terima anaknya dihukum. ’’Jaminan perlindungan seharusnya diberikan pemerintah, organisasi guru, masyarakat, serta sekolah untuk mendorong guru melaksanakan tugasnya dengan aman dan nyaman dalam mendidik generasi bangsa,” tukasnya.

Menurut dia, jika ada guru yang melanggar kode etik, semestinya diproses lebih dahulu oleh DKG, seperti yang terjadi di profesi lainnya. Di beberapa kota/kabupaten, DKG sudah dibentuk pada 2008 berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2010 tentang Guru dan Dosen. Dewan ini merekomendasikan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan guru.

’’Dengan demikian, jangan terulang lagi guru diciduk aparat keamanan secara langsung di sekolah, seperti yang terjadi beberapa kali ini,” tegas Wiyadi.

Selain LBH dan DKG, terdapat pula muatan lokal seperti kurikulum pendidikan formal. Contohnya pendidikan bahasa daerah, bahasa Inggris, tenun tapis, tari Lampung, termasuk pula pendidikan agama.

’’Muatan lokal itu sebuah keharusan. Minimal sebagai wahana pelestarian budaya dan meningkatkan kemampuan pelajar. Jangan sampai muatan lokal itu tidak ada,” tandas dia.

Tidak hanya itu, dalam raperda mengatur skema pembagian tugas dan fungsi wakil kepala sekolah. Tujuannya dalam membantu peran kepala sekolah (Kepsek) yang selama ini masih terjadi tumpang tindih. ’’Kepsek berhak menunjuk wakilnya, dengan catatan ada rekomendasi dari kepala dinas maupun wali kota. Nah bagaimana skemanya, sekarang sedang kami godok,” ujar ketua Fraksi PDIP itu.

Untuk posisi wakil kepala sekolah, tentu tidak asal tunjuk. Ada beberapa hal penting yang menjadi syarat. Di antaranya harus berjenjang S1, masa pengabdian tidak kurang dari 15 tahun, dan usia di atas 40 tahun. Sementara untuk kepangkatan minimal golongan pembina IV. ’’Syarat-syarat lain belum kami bahas secara mendetail. Yang pasti aturan mainnya akan kami bakukan, lebih fleksibel, dan mudah diterima,” pungkasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar