Soal selera berbusana, jangan tanya Hatta Rajasa! Menko Perekonomian yang selalu tampil trendi ini, rupanya, kolektor batik katun. Bukan sutera, tapi yang berbahan baku kain katun. Yang dilukis secara tradisional dan manual dengan canting serta malam itu. Alumnus Fakultas Perminyakan ITB Bandung angkatan 73 ini punya tips khas bagi mereka yang cinta batik, bangga berbatik, batikholic, atau yang punya mazhab batikisme.
Apa kata-katanya? ’’Jangan pernah menawar harga batik! Anda membeli batik itu tidak sekadar mengganti biaya kain, bahan-bahan pewarna, malam, dan cantingnya. Tapi, harus dihargai pula desainnya, konsentrasi membuat karya seninya, tenaga kerjanya, energi membuatnya, serta semangat dan ketekunannya. Itulah yang namanya harga psikologis, harga emosional, harga yang tidak bisa ditawar,” ucap Hatta.
Mirip dengan lukisan dan patung atau karya seni lain. Batik, kata Hatta, adalah mahakarya seni yang harus ditempatkan sebagai produk seni budaya yang mahal. Siapa lagi yang mau menghargai dan peduli akan karya anak bangsa sendiri kalau bukan kita? ’’Hampir semua motif batik tradisional dari berbagai daerah ada di lemari saya. Gaya Solo, yang dominan dengan warna sejuk, gelap, dan cokelat tua itu paling sering saya kenakan,” aku Hatta.
Mengapa? ’’Filosofi batik itu cukup dalam! Batik itu simetris, nyambung, antara kiri dan kanan, atas dan bawah. Melambangkan kehidupan yang seimbang, antara fisik dan nonfisik. Itu juga perlambang bahwa hidup itu punya dua sisi yang saling melengkapi dalam keharmonisan simbolik. Lihat saja motif-motif batik Solo, banyak ditemukan motif-motif seperti sawat, meru, naga, burung, dan modang yang semua simetris,” ungkap ketua umum DPP PAN ini.
Motif dan pilihan warna dalam desain batik, kata dia, melambangkan karakter masyarakatnya. Wujud kebhinnekaan, persatuan, dan kesatuan itu ada dalam alam batik. Sama dengan tenun, dari ujung Aceh sampai daratan Papua sana, memiliki keanekaragaman yang sama indahnya. Kebetulan, Okke Hatta Rajasa, istri mantan Mensesneg, Menhub, dan Menristek, ini adalah ketua Cita Tenun Indonesia (CTI), perkumpulan perempuan pencinta tenun.
Tidak salah jika di rumah dinasnya, kompleks Perumahan Menteri di Widya Chandra itu, dipenuhi dengan ornamen tenun terbaik dari berbagai daerah. ’’Sungguh, tak ada habisnya memuji karya seni kain tenun kita. Bahkan setiap helai benang itu memiliki cerita. Setiap lembar kain tenun itu berbicara dan kaya akan simbol-simbol budaya. Saya bangga memakai produk tradisional terbaik asli milik kita sendiri,” akunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar