Rabu, 20 Juli 2011

Songket, dari Mana Asalmu?

APA ITU SONGKET?
Songket adalah sebutan untuk kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang pakan sebagai hiasan, yaitu dengan menyisipkan benang emas, perak, atau warna di atas benang lungsin. Songket merupakan kerajinan tradisional khas masyarakat di hampir seluruh penjuru Sumatra, mulai dari Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Lampung, hingga Riau. Perajin songket kebanyakan kaum wanita. 

Untuk songket Palembang, pembuatannya dilakukan dengan dua tahap, yaitu pertama menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap selanjutnya menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Orang Eropa dan Amerika menyebut cara menenun ini sebagai inlay weaving system.

MOTIF HIAS SONGKET
Motif hias songket biasanya berbentuk geometris atau mengambil bentuk flora dan fauna, yang masing-masing mempunyai arti perlambangan yang baik. Misalnya, bunga cengkih, bunga tanjung, bunga melati, dan bunga mawar yang melambangkan kesucian, keanggunan, rezeki, dan segala kebaikan. Motif-motif itu, antara lain lepus, jando beraes, bunga inten, tretes midar, pulir biru, kembang suku hijau, bungo cino, dan bungo pacik.

Motif-motif ragam songket Palembang umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu: motif tumbuh-tumbuhan (terutama bentuk bunga-bungaan), motif geometris, dan motif campuran antara tumbuh-tumbuhan dan geometris. 

Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan turun-temurun. Polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap penenun dapat membuat motif sendiri. 

Orang yang menenun tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi, kerajinan menenun merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, para penenun di Palembang seluruhnya dilakukan oleh kaum wanita, baik tua maupun muda. 

DULU, HANYA UNTUK BANGSAWAN

Dari segi sejarah, songket dulunya hanya dipakai oleh golongan bangsawan. Makin halus tenunan, makin rumit corak songketnya, dan makin berat songketnya (menandakan bahwa songket tersebut dibuat dari benang emas asli) berarti makin tinggi pangkat dan kedudukan orang yang mengenakannya.  

Sejarah dari mana datangnya kain songket sebetulnya tidak dapat dipastikan dengan tepat. Namun, asal-usul kata songket boleh dibilang berasal dari kata ‘menyungkit’ dalam bahasa Siam. 

AKULTURASI DENGAN BUDAYA CINA

Berdasarkan kajian sejarah, motif kain songket Palembang dikenal pertama kali melalui penemuan arca di Candi Bumiayu, Muara Enim, Sumatra Selatan. Temuan itu diperkirakan berasal dari abad ke-11 hingga ke-12. 
Ketika ditemukan, ada dua macam motif kain songket yang digunakan di arca tersebut. Hasil tinjauan sejarah juga menunjukkan bahwa keberadaan kain songket ini terpengaruh oleh kebudayaan bangsa Cina. Kajian tersebut diperkuat melalui keberadaan warna dan motif songket yang ada kemiripannya dengan kain-kain dari Cina. Pada era kerajaan sampai kesultanan, keberadaan kain songket ini terkait dengan status sosial. Hak pemakaiannya juga sangat terbatas, terutama bagi raja, sultan, dan anggota keluarganya. Kaum awam sulit memiliki, apalagi memakainya.

PATEN UNTUK 25 MOTIF SONGKET

Demi mendapatkan perlindungan sekaligus menghargai kreativitas dan warisan budaya, pemerintah Kota Palembang mendaftarkan 25 motif kain songket ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Motif-motif tersebut antara lain nago besaung, lepus bintang berakit, tigo negeri betabur intan, tigo negeri cantik manis, dan limar cempuk. Selain itu, ternyata masih ada sekitar 100 motif songket tradisional lagi yang masih harus didata dan didaftar. 

MENYIMPAN SONGKET

Karena terbuat dari jalinan benang-benang yang disungkit, songket sebaiknya disimpan tidak dengan cara dilipat, melainkan digulung dan diletakkan di atas permukaan yang datar. Begitu juga dengan busana dari songket. Gantungkan pada gantungan baju dan jangan dilipat.

KAMPOENG SONGKET BNI DI MUARA PENIMBUNG

Beberapa mannequin dengan balutan busana dari songket Palembang terlihat di dalam rumah limas khas Sumatra Selatan. Busana-busana apik tersebut karya desainer papan atas: Hutama Adi, Deden Siswanto, dan Chossy Latu. Tampak juga lounge chair dengan upholstery songket blongsor hijau karya Ary Juwono dan table runner karya Agam Riyadi. 

BNI yang berkolaborasi dengan Cita Tenun Indonesia memang ingin menjadikan Desa Muara Penimbung, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, ini sebagai Kampoeng BNI yang merupakan sentra tenun Indonesia dan diresmikan oleh Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian RI, Februari lalu. Lewat bantuan kredit lunak kepada sekitar 100 perajin, diagendakan juga pelatihan untuk desain ragam motif, teknik celup, pewarnaan, dan teknik penenunan. 

Lebih jauh lagi, seperti halnya di Thailand dan Jepang, diharapkan nantinya di desa ini wisatawan bisa melihat potensi wisata daerah sekaligus berbelanja di tempat tersebut.

Dari banyak motif songket Sumatra Selatan, ditampilkan dua jenis songket terbaik yang membutuhkan waktu penyelesaian 3 - 6 bulan untuk setiap helai kainnya. Songket tersebut adalah Songket Tawur dengan motif tunggal yang letaknya menyebar, dan Songket Lepus yang bermotif penuh hingga hampir menutupi seluruh permukaan kain. Craftmanship yang sulit ditandingi negeri lain!

1 komentar: