Senin, 25 Juli 2011

Keindahan Tenunan Batik Minangkabau Nan Langka

Tenunan berbenang emas yang cantik (kain balapak) sudah merupakan ciri khas pakaian adat Minangkabau. Keindahannya sering kali di nilai dengan “barek” atau seberapa berat kain tersebut. Karena memang kain tenun berbenang emas tersebut cukup berat bila di kenakan.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa Minangkabau mempunyai tenunan khas berupa batik yang tidak kalah indahnya. Batik Minangkabau ini disebut batik tanah liek, karena batik yang asalnya dari Minangkabau ini salah satu pewarnanya adalah tanah  liek,  yaitu tanah liat.
Bila dilihat dari bahan pewarna yang digunakan dan cara pembuatan, teknologi pembuatan batik tanah liet ini merupakan teknologi tertua dalam pembuatan batik di Indonesia. Diduga batik ini muncul dari pengaruh kebudayaan Cina. Nenek moyang orang Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (Indo-Cina) mengarungi Laut Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Inderagiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang. Pada perkembangannya, batik tanah liet ini hanya dibuat beberapa orang perajin seperti di Tanah Datar. Tapi kerajinan ini hilang tanpa jejak sejak  zaman peperangan, mungkin zaman pendudukan Jepang.
Motif batik tanah liet banyak terinspirasi dari binatang-binatang seperti kuda laut dan burung hong yang merupakan motif kuno batik minangkabau ini. Dari 9 motif yang ada, 6 motif fauna dan 1 motif flora yaitu kaluak paku yang digunakan untuk pinggiran kain. Sedang motif lainnya berupa lukisan non figur.
Warna batik hanya ada dua, warna tanah dan hitam. Warna tanah didapatkan dari merendam kain dalam larutan tanah liat. Biasanya proses perendaman memakan waktu seminggu lamanya. Sedangkan warna hitam diperoleh dari larutan kulit jengkol yang direndam dalam air. Ada bermacam-macam sumber pewarna alam lain yang digunakan batik tanah liet ini. Ada yang  dari  kulit jengkol,  kulit  rambutan,  gambir,  kulit mahoni, daun jerami dan masih banyak akar-akar lainnya yang juga digunakan.
Karena harganya yang tergolong mahal, dahulu batik tanah liet hanya dipakai untuk upacara khusus saja. Pada acara itu pun hanya  dipakai  oleh ninik  mamak  dan bundo  kanduang,  atau panutan adat Para datuk memakainya dalam bentuk selendang yang dilingkarkan pada leher. Sedangkan kaum perempuan menyampirkan selendang itu di bahu. Caranya, ujung kain pertama dililit dua kali di bahu kiri. Ujung lainnya disampirkan di tangan kanan melalui bagian belakang badan. Selendang ini selalu dipertahankan oleh orang Minang sebagai kerajinan peninggalan nenek moyang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar