Minggu, 16 Juni 2013

Jangan Pernah Menawar Batik!

Soal selera berbusana, jangan tanya Hatta Rajasa! Menko Perekonomian yang selalu tampil trendi ini, rupanya, kolektor batik katun. Bukan sutera, tapi yang berbahan baku kain katun. Yang dilukis secara tradisional dan manual dengan canting serta malam itu. Alumnus Fakultas Perminyakan ITB Bandung angkatan 73 ini punya tips khas bagi mereka yang cinta batik, bangga berbatik, batikholic, atau yang punya mazhab batikisme.

Apa kata-katanya? ’’Jangan pernah menawar harga batik! Anda membeli batik itu tidak sekadar mengganti biaya kain, bahan-bahan pewarna, malam, dan cantingnya. Tapi, harus dihargai pula desainnya, konsentrasi membuat karya seninya, tenaga kerjanya, energi membuatnya, serta semangat dan ketekunannya. Itulah yang namanya harga psikologis, harga emosional, harga yang tidak bisa ditawar,” ucap Hatta.

Mirip dengan lukisan dan patung atau karya seni lain. Batik, kata Hatta, adalah mahakarya seni yang harus ditempatkan sebagai produk seni budaya yang mahal. Siapa lagi yang mau menghargai dan peduli akan karya anak bangsa sendiri kalau bukan kita? ’’Hampir semua motif batik tradisional dari berbagai daerah ada di lemari saya. Gaya Solo, yang dominan dengan warna sejuk, gelap, dan cokelat tua itu paling sering saya kenakan,” aku Hatta.

Mengapa? ’’Filosofi batik itu cukup dalam! Batik itu simetris, nyambung, antara kiri dan kanan, atas dan bawah. Melambangkan kehidupan yang seimbang, antara fisik dan nonfisik. Itu juga perlambang bahwa hidup itu punya dua sisi yang saling melengkapi dalam keharmonisan simbolik. Lihat saja motif-motif batik Solo, banyak ditemukan motif-motif seperti sawat, meru, naga, burung, dan modang yang semua simetris,” ungkap ketua umum DPP PAN ini.

Motif dan pilihan warna dalam desain batik, kata dia, melambangkan karakter masyarakatnya. Wujud kebhinnekaan, persatuan, dan kesatuan itu ada dalam alam batik. Sama dengan tenun, dari ujung Aceh sampai daratan Papua sana, memiliki keanekaragaman yang sama indahnya. Kebetulan, Okke Hatta Rajasa, istri mantan Mensesneg, Menhub, dan Menristek, ini adalah ketua Cita Tenun Indonesia (CTI), perkumpulan perempuan pencinta tenun.

Tidak salah jika di rumah dinasnya, kompleks Perumahan Menteri di Widya Chandra itu, dipenuhi dengan ornamen tenun terbaik dari berbagai daerah. ’’Sungguh, tak ada habisnya memuji karya seni kain tenun kita. Bahkan setiap helai benang itu memiliki cerita. Setiap lembar kain tenun itu berbicara dan kaya akan simbol-simbol budaya. Saya bangga memakai produk tradisional terbaik asli milik kita sendiri,” akunya.

Menilik Kain Bidak Galah Napuh Waykanan

Kain Bidak Galah Napuh, kain khas masyarakat Waykanan yang usianya ratusan tahun ini, sampai sekarang belum banyak yang tahu. Desainer kondang Lampung Raswan pun mencoba melestarikannya. Apa saja kendala dalam proses pembuatannya?

LAMPUNG memang kaya akan peninggalan benda-benda kesenian bersejarah, termasuk kain. Begitu kayanya, beberapa di antaranya terlupakan, termasuk Kain Bidak Galah Napuh.

Ketua Yayasan Tenun Peduli Tradisional Lampung Raswan menceritakan, lebih dari lima tahun, ia baru bisa membuat Kain Bidak Galah Napuh tersebut. Mulai penemuan motif asli hingga teknik pembuatannya. Ia mengatakan mengetahui keberadaan kain ini dari beberapa buku Indonesia Tekstil dan cerita dari orang-orang terdahulu.

Banyak kendala yang harus dilewatinya untuk menemukan kain ini. Selain karena motif asli kain itu sudah tidak bisa ditemukan lagi di tempat asalnya, yakni Kabupaten Waykanan, yang memilikinya juga tidak banyak. Bahkan untuk menemukan kain ini, ia mendapatkan contoh motif dari seorang teman yang merupakan kolektor benda-benda antik yang berdomisili di Jakarta. ’’Itu pun tidak bisa dipinjam, hanya boleh foto,” kenangnya.

Selain kesulitan menemukan kain asli dan motifnya, ia harus mengecek apakah benar motif tersebut merupakan asli dari Kain Bidak Galah Napuh, yakni bentuknya simetris dengan ciri khas bintik-bintik putih seperti leher kancil dan geometris.

’’Jadi observasinya juga cukup lama, karena kita tidak bisa langsung membuat tanpa tahu apakah ini motif asli dari Lampung,” ungkapnya.

Belum lagi, lanjut dia, pencarian sumber daya manusia (SDM)-nya sangat sulit karena proses pembuatan ini memerlukan tangan-tangan yang terampil. ’’Teknik pembuatannya sangat rumit dan tingkat kesulitannya begitu tinggi, penggabungan kain inuh dan songket,” terangnya.

Prosesnya, sambut Raswan, dengan cara benang dicelup dengan ikatan bagian per bagian. Kemudian dicelup dengan ATBM, yakni alat tenun yang merupakan pengembangan dari alat tenun nusantara. Dan penyungkitan seperti pembuatan songket, ATBM ini menggunakan sisirnya buatan Jepang dari Kyoto yang harganya puluhan juta.

Lelaki kelahiran 14 Maret 1966 ini menuturkan, karena tidak dimiliki banyak orang, dulunya kain ini digunakan untuk pakaian adat dari Waykanan, pengantin laki-laki, selingkep orang Lampung penutup badan laki-laki, dan juga sebagai penutup mayat.

Namun, terus Raswan, Kain Bidak Galah Napuh ini bisa dibuat kemeja, baju cewek, bahkan tapis khusunya tapis Kabupaten Waykanan yang berciri khas binatang-binatang. Untuk satu baju saja harganya bisa Rp400 ribu berukuran 2 meter 20.

’’Sebenarnya sudah banyak yang berminat, terlebih wisatawan lokal dan mancanegara. Tetapi tidak saya jual karena ini belum dipatenkan, sampai launching pada acara pameran nasional pertengahan Oktober di Hotel Ritz Calton di Jakarta. Serta akan didokumentasikan oleh Dekranasda Pusat dan majalah Kriya Dekranasda Nasional di bawah binaan Istri Ibu Andi Mallarangeng,” paparnya.

Badan Legislasi Kerja Cepat

Tari dan Tenun Tapis Masuk Draf Raperda

BANDARLAMPUNG – Draf rancangan peraturan daerah (raperda) pendidikan terus dikebut, menjelang ketok palu yang rencananya dilakukan 27 Desember. Hasil keputusan rapat internal Badan Legislasi (Banleg) DPRD Bandarlampung kemarin (13/12) menyepakati beberapa rumusan yang akan termuat dalam pasal dan butir raperda yang kali pertama diagagas wakil rakyat itu.


Ketua Banleg Raperda Pendidikan Wiyadi mengatakan, ada beberapa usulan yang dimasukkan dalam draf tersebut. Antara lain pembentukan lembaga bantuan hukum (LBH). Nantinya LBH ini bernaung di bawah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

’’Selama ini para guru punya harapan yang besar terhadap organisasi PGRI. Selain mewadahi para tenaga pengajar, PGRI diharapkan bisa memberikan proteksi dan memediasi berbagai kasus hukum yang sering menjerat para guru. Untuk itulah, kami sepakat LBH harus ada sebagai sandaran guru ketika menuai masalah hukum,” beber legislator dari PDI Perjuangan itu.

Tindakan yang bisa merembet ke jalur hukum, imbuhnya, seperti menjewer dan menepuk. Bagi kalangan guru selama ini, hal itu masih merupakan tindakan yang mendidik, bukan kekerasan. ’’Tetapi, dampaknya, si guru terkena tahanan kota dan harus mengikuti persidangan di pengadilan. Maka jangan sampai kasus-kasus ini muncul di kota kita,” ujar Wiyadi.

Dia pun melontarkan kritik kepada PGRI. Di mana, menurutnya, saat ini tidak banyak perjuangan yang dilakukan oleh PGRI untuk para guru. Diungkapkan, organisasi hanya sibuk dengan kegiatan seremonial seperti jalan santai dan seminar. Padahal ada tugas besar yang harus dikerjakan PGRI, yaitu melindungi profesi guru karena ini menyangkut peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.

’’Kalau guru bekerja dengan rasa aman dan tidak tertekan, tentunya mereka akan memberikan pekerjaan terbaik untuk mendidik para siswanya,” kata dia,

Masih menurut Wiyadi, keberadaan LBH guru dan perlindungan para guru mutlak dikerjakan oleh PGRI. ’’Jangan sampai PGRI begitu ada anggotanya kena musibah, baru sibuk sana-sini mencari jalan selamat,” timpalnya.

Disinggung soal dewan kehormatan guru (DKG), Wiyadi menegaskan, hal itu memang penting karena perannya ikut melindungi profesi guru. Saat ini perlindungan terhadap profesi guru sangat lemah, termasuk guru langsung dibawa ke ranah pidana jika ada orang tua yang tak terima anaknya dihukum. ’’Jaminan perlindungan seharusnya diberikan pemerintah, organisasi guru, masyarakat, serta sekolah untuk mendorong guru melaksanakan tugasnya dengan aman dan nyaman dalam mendidik generasi bangsa,” tukasnya.

Menurut dia, jika ada guru yang melanggar kode etik, semestinya diproses lebih dahulu oleh DKG, seperti yang terjadi di profesi lainnya. Di beberapa kota/kabupaten, DKG sudah dibentuk pada 2008 berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2010 tentang Guru dan Dosen. Dewan ini merekomendasikan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan guru.

’’Dengan demikian, jangan terulang lagi guru diciduk aparat keamanan secara langsung di sekolah, seperti yang terjadi beberapa kali ini,” tegas Wiyadi.

Selain LBH dan DKG, terdapat pula muatan lokal seperti kurikulum pendidikan formal. Contohnya pendidikan bahasa daerah, bahasa Inggris, tenun tapis, tari Lampung, termasuk pula pendidikan agama.

’’Muatan lokal itu sebuah keharusan. Minimal sebagai wahana pelestarian budaya dan meningkatkan kemampuan pelajar. Jangan sampai muatan lokal itu tidak ada,” tandas dia.

Tidak hanya itu, dalam raperda mengatur skema pembagian tugas dan fungsi wakil kepala sekolah. Tujuannya dalam membantu peran kepala sekolah (Kepsek) yang selama ini masih terjadi tumpang tindih. ’’Kepsek berhak menunjuk wakilnya, dengan catatan ada rekomendasi dari kepala dinas maupun wali kota. Nah bagaimana skemanya, sekarang sedang kami godok,” ujar ketua Fraksi PDIP itu.

Untuk posisi wakil kepala sekolah, tentu tidak asal tunjuk. Ada beberapa hal penting yang menjadi syarat. Di antaranya harus berjenjang S1, masa pengabdian tidak kurang dari 15 tahun, dan usia di atas 40 tahun. Sementara untuk kepangkatan minimal golongan pembina IV. ’’Syarat-syarat lain belum kami bahas secara mendetail. Yang pasti aturan mainnya akan kami bakukan, lebih fleksibel, dan mudah diterima,” pungkasnya

Raswan Tapis Dikenal hingga Mancanegara

BANDARLAMPUNG – Salah satu designer Lampung yang karyanya dikenal hingga mancanegara adalah Raswan. Dia sudah 13 tahun berkecimpung di dunia mode. Bermula dari hobi meneliti budaya-budaya sejarah kuno, lalu berkembang dengan mendesain baju-baju, kebaya, tapis, serta batik. Dan sekarang sudah banyak yang kenal dengan hasil rancangannya di bawah bendera usaha House of Kebaya & Raswan Tapis Fashion Designer.

Raswan Tapis di Jl. S. Parman, Bandarlampung, menyediakan kebaya, tapis, songket, batik Lampung, serta bahan kebaya. Selain itu, dibuka juga Tapis Helau Gallery di Jl. Teuku Umar, Bandarlampung. Guna memaksimalkan layanan, Raswan Tapis buka setiap hari dari pukul 09.00–21.00 WIB.

’’Hari libur kami tetap buka,’’ sebut Raswan.

Hasil karyanya sudah terkenal di luar Lampung hingga mancanegara. Seperti, Jakarta, Bali, dan Jepang. Bahan-bahan didesain sendiri dan alat produksinya pun sendiri. Namun, proses produksinya di Jawa, setelah hasil akhir baru dibawa ke Lampung.

’’Kualitas dan harga dijamin memuaskan konsumen,’’ bilangnya

Untuk harga baju berkisar Rp100.000–Rp500.000. Harga tapis berkisar Rp1.200.000–Rp10.000.000, tenun ikat sekitar Rp200.000–Rp400.000, dan batik Lampung Rp200.000–Rp400.000.

Raswan Tapis juga menerima pesanan seragam kantor, seragam sekolah, dan motif khusus per kabupaten. Untuk seragam harganya bervariasi dari Rp60.000 hingga Rp150.000 per potong. Dan untuk produk terbaru Raswan yaitu bidak galah napuh.

’’Bisa untuk tenun ikat, tapis dan dibuat baju lebih bagus,’’ sebutnya.

Dia menambahkan, tahun ini Raswan Tapis punya limited edition. Artinya, kata dia, cuma memproduksi satu.

’’Untuk ke depannya merencanakan rancangan per kabupaten punya situs sejarah. Dan itu pun perlu survei dan meneliti terlebih dahulu tidak asal buat,’’ tandasnya.

Untuk Lampung Selatan, akan mengangkat motif betang subing. Kalianda motif keratuan darah putih, Waykanan motif radin jambat, Pesawaran motif ratu gadis dan Lampung Barat motif siger emong. Lalu Lampung Timur motif ratu melimping, Tangamus motif ratu benawang.

Pada tahun ini juga dia ingin membuat produk jadi limited edition yang ada hubungan dengan motif Lampung. Serta ingin juga memadupadankan brukat dengan kain tapis. Karena menurutnya tapis dan brukat bagus jika dipadupadankan.


Ciptakan Tapis Berfilosofi, Patok Harga hingga Puluhan Juta

Karyanya tak hanya dipakai pejabat Lampung seperti gubernur dan wali kota/bupati, melainkan para pejabat negara seperti menteri. Dan kini, tapis buatannya akan dipakai desainer dari luar negeri.

Mengawali  karirnya pada 1989 sebagai perajin, Raswan tak sembarangan membuat tapis untuk diedarkan di pasaran. Hasil karyanya selalu mengusung tema desain yang klasik. Menurutnya, proses penciptaan sebuah kain tapis tidak sembarangan, tetapi ada filosofinya. ’’Mulai proses penenunan kain sampai penyulaman sehingga sebuah penciptaan tapis mampu menceritakan adat-istiadat Lampung hingga atraksi kebudayaan Lampung,” katanya.

Sekarang, ia telah memiliki galeri di Jalan Teuku Umar, Kedaton, Bandarlampung. Kemudian di Jalan S. Parman No. 23, Bandarlampung serta di UKM Galeri di Jalan Gatot Subroto. Ia juga mewakili Provinsi Lampung bersama dua perajin lainnya di City Thamrin Jakarta. Bahkan akan bergabung di galeri di Bali.

Ia mampu membuat 20 kain tapis setiap bulan dan telah memiliki 60 perajin. ’’Untuk harga bervariasi. Jika desainnya seperti di pasaran, harga yang dibanderol mulai Rp1,5 juta–Rp2 juta dan yang eksklusif mulai Rp3,5 juta-Rp25 juta,” ujarnya.

’’Kalau yang eksklusif, saya tidak pernah membuat banyak, paling hanya dua potong. Bahkan yang mencapai Rp25 juta ada sertifikatnya. Biasanya yang mengambil adalah kolektor,” ungkapnya.

Proses penciptaan kain dengan tingkat kreativitas yang tinggi itu dilakukan dengan mendesain dan melakukan pewarnaan secara khas dan unik. Karenanya tak heran jika dari sekian banyak perajin tapis di Lampung, karya tapisnya akan mewarnai tas buatan luar negeri yang bakal dipasarkan secara tradisional.

’’Untuk dipasarkan bagi orang asing karena harga yang dibanderol cukup tinggi, mencapai Rp10-20 juta. Dan rencananya produk tersebut akan dipamerkan pada fashion show Oktober mendatang di Bali,” bebernya.

Tetapi dalam perjalanannya menekuni bidang ini, ia mengalami banyak kendala. Pertama, dari bahan baku seperti benang yang mahal karena harganya sesuai dengan kurs dolar. Sebab benang yang digunakan tidak sembarangan, harus yang berkualitas sehingga tahan hingga puluhan tahun. ’’Sehingga nantinya kain ini menjadi barang antik,” katanya.

Kedua adalah SDM, semakin banyak orang yang tidak mau mengerjakan tapis karena lebih memilih menjadi pembantu rumah tangga atau kerja di toko-toko. “Memang membuat tapis termasuk rumit, jadi banyak yang memilih praktisnya padahal dalam masyarakat Lampung, sejak kecil sudah diajari membuat tapis, jadi untuk peningkatan SDM saya mengajarkan tapis kepada anak-anak putus sekolah,” ujarnya.

Selain itu, Raswan juga melatih pengrajin biasa agar menjadi mahir dengan cara memberikan upah yang lebih tinggi sehingga termotivasi.

Berkomitmen Hasilkan Tapis Berkualitas

KETERTARIKANNYA terhadap kain tenun khas Lampung bermula sejak ia kuliah dan melakukan penelitian tentang kebudayaan Lampung bersama Ir. Anshori Djausal, M.T. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk fokus pada bidang sosial dan budaya.

’’Dulu, saya sempat terlibat dalam pembuatan masterplan pariwisata 1989. Dan setiap berkunjung ke daerah-daerah Lampung, saya selalu menanyakan tentang kain-kain Lampung,” kenang Raswan.

Ia menuturkan, ternyata tapis adalah kain asli dari kebudayaan Indonesia, meski ada pengaruh India pada motif kainnya. ’’Sementara menyulam mendapat pengaruh dari Tingkok karena tapis ini lahir pada perkembangan budaya anemisme abad ke-2 sebelum Masehi dan pada masa itu adalah perkembangan agama Hindu dan Buddha,” paparnya.

Hal yang menarik dari tapis, kata dia, adalah kaya akan desain. ’’Desainnya lebih dari seratus. Juga pada proses pembuatannya, hanya tapis yang memiliki dua kali proses pembuatan dibandingkan kain lainnya seperti songket Palembang atau tenun NTT yang hanya satu kali yakni proses menenun pasang motif,” ujarnya.

Sedangkan tapis ditenun dulu, baru disulam dan dimotif kembali sehingga memakan waktu yang lebih lama. ’’Satu kain tapis bisa hingga setahun,” terangnya. Ia juga mengatakan akan tetap berkomitmen membuat suatu produk yang berkualitas dan desainnya berbeda.

Jadi kalau mereka yang pernah melihat atau memakainya pasti tahu dengan hanya melihat desainnya. ’’Dari pewarnaan, penyulaman, dan desainnya memiliki ciri khas sendiri, seperti penggunaan warna-warna yang etnik,” ujarnya.

Pesona Etnik Modern

PESONA batik dan kain tenun khas Lampung tidak ada habisnya. Kekhasan dan kesan klasik yang dimiliki dua warisan budaya ini luar biasa. Mulai dari motif hingga makna yang terkandung di dalamnya patut dilestarikan. Memasuki 2012 ini, kedua jenis kain itu akan tetap menjadi idola. Banyak perancang busana yang gencar mempromosikan kedua jenis kain etnik ini ke dalam desain cantik dan modern. Perpaduan kain tenun dan batik ini tergolong cukup langka serta unik.


Pasalnya, kain tenun dibuat dengan teknik secara tradisional yang menghasilkan serat yang khas sehingga terasa kurang nyaman untuk dijadikan pakaian sehari-hari. Namun, dengan perpaduan batik, ini merupakan inovasi baru pada dunia fashion dengan hasil luar biasa.

’’Batik sekarang ini merupakan salah satu pilihan masyarakat untuk dapat dijadikan pakaian formal maupun semiformal,” kata perancang busana Lampung, Raswan.

Pemilik House of Kebaya & Raswan Tapis ini menjelaskan, dari tahun ke tahun, masyarakat Lampung memiliki ketertarikan tersendiri dengan gaya busana batik. Perkembangannya pun terus berevolusi dengan bentuk dan warna yang semakin modern.

Pada 2012 ini, perkembangan batik di Lampung pun mengalami peningkatan. ’’Sekarang ini masyarakat Lampung banyak memilih batik warna terang. Berbeda dengan 2011, dengan warna dop atau yang menyerap cahaya,” ujar Raswan.

Menurut dia, tren yang berkembang tahun ini adalah batik yang dikombinasikan dengan kain tenun. Kolaborasinya pun semakin unik. Yakni dengan menggunakan dua jenis kain ini untuk minidress dan bolero. Kebaya Kartini juga dimodifikasi apik menggunakan batik.

Tidak hanya pada acara formal untuk ke pesta. Gabungan dua kain ini akan banyak terlihat pada kegiatan tidak resmi. Sebagai padanan batik, tenun yang akan banyak dipakai adalah tenun ikat Bidak Galah Napuh dan tenun ikat Inuh.

’’Untuk model dan warna disesuaikan dengan usia. Anak-anak muda akan banyak menggunakan konsep mini dan seksi. Sedangkan perempuan dewasa lebih anggun dan simpel,” tuturnya.

Untuk acara tidak resmi, batik dapat dipadukan dengan bahan kain polos, span pendek, atau rok. (nur/c2/dna)

Merawat Kain Tenun

BAGI para kolektor, kain tenun seperti tapis dan songket merupakan benda investasi. Merawatnya tentu tidak mudah, namun tidak berarti sulit untuk dilakukan. Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan agar koleksi tenun kita tetaplah awet, sehingga bisa kita wariskan untuk generasi mendatang.

Berikut ini adalah cara merawat kain tenun menurut Ketua Yayasan Tenun Peduli Tradisional Lampung Raswan.

1. Setelah dipakai, sebaiknya kain diangin-anginkan terlebih dahulu dengan cara digantung atau dibuka selebar-lebarnya. Ini karena ada keringat yang menempel di kain itu. Apabila kain lembab, akan muncul jamur yang dapat merusak benang emas pada kain.

2. Kain songket maupun tapis dapat dicuci dengan cara dicuci kering atau dry clean.

3. Simpanlah dengan cara digulung. Gunakanlah sebuah pipa paralon sebagai media dan lapisilah kain terlebih dahulu dengan kertas koran yang kering. Hal ini dilakukan dikarenakan songket banyak menggunakan benang emas yang apabila ditekuk akan mudah putus atau berserabut. Letakkan rempah-rempah di sisi kiri dan kanannya. Jangan menggunakan kapur barus karena dapat membuat kain berlubang.

4. Jangan dilipat. Sebab, cara ini dapat merusak benang emas seperti kusut dan patah. Apabila Anda tetap melipat kain tenun ikat, biasakan untuk secara rutin mengeluarkannya dari lemari. Minimal sebulan sekali agar mendapat udara segar dan terkena sedikit sinar matahari. Hal ini bertujuan agar bekas lipatan tidak akan membekas selamanya pada kain tenun itu.

5. Apabila mencuci kain batik, pisahkan dengan kain-kain yang lain agar noda tidak tercampur dan pembiasan warna. Ciri batik yang bagus, setelah dicuci warnanya akan terlihat terang dari sebelumnya.

Jika kain tenun terkena kotoran atau noda kecil, jangan langsung panik. Lakukan pembersihan sendiri dengan menggumpalkan kain kapas yang sedikit dibasahi.

Tekan-tekan sedikit di bagian yang masih bersih terlebih dahulu untuk mengetahui apakah tenun yang dimiliki mudah luntur pewarnanya. Jika ternyata warna banyak yang terangkat, kurangi intensitas air di kapas itu.
DINAS Koperasi UMKM Peridustrian dan Perdagangan Kota Padang Panjang turut menyemarakkan Gebu Minang Expo. Tak mau kalah dengan stan pemerintah kabupaten/kota lain, Padang Panjang membawa kerajinan khasnya.

Perlengkapan atau aksesori dari kulit memang sudah tidak asing lagi bagi kita. Jika kulit tersebut diolah UMKM dari Padang Panjang, produk yang dihasilkan jadi bernilai tinggi.

Tas, dompet, jaket, sepatu, sandal, dan topi diboyong Padang Panjang ke Gebu Minang Expo 2012. Produk-produk ini dapat dibuat dan juga dipesan sesuai dengan permintaan konsumen. Sehingga, konsumen akan lebih puas terhadap produk yang dibelinya.

Deny, perwakilan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kota Padang Panjang, mengatakan, produk-produk kulit asal Padang Panjang memiliki potensi dan historis untuk berkembang.

’’Untuk itu, Padang Panjang menjadi industri penyamakan kulit terbesar ketiga di Indonesia,’’ ujarnya kemarin (26/1).

Kota Padang Panjang merupakan salah satu daerah penghasil daging sapi yang terkenal di Sumatera Barat. Sehingga dikenal dengan lokasi pengrajin penyamakan kulit. Hal ini diperkuat dengan keberadaan pedagang-pedagang pengumpul kulit mentah di kota Padang Panjang.

Kualitas produk kulit ini sudah tidak diragukan lagi. Sebab mesin yang digunakan untuk penyamakan kulit sudah canggih. Sehingga kulit bisa tipis dan memiliki kualitas yang lebih baik. Dibuktikan dengan menembusnya produk ini ke pasar hingga pulau Jawa.

Harga berbagai macam produk kulit ini tidak semahal yang Anda bayangkan. Yakni hanya dibanderol mulai Rp250 ribu. Jika Anda berkunjung ke stan ini, tidak hanya produk kulit yang ditemui. Melainkan sejumlah sulaman, bordiran, dan tenunan, serta baju kurung. Harga yang ditawarkan untuk produk-produk ini mulai Rp500 ribu–Rp2,5 jutaan.

Tanahdatar Pamer Kawa Daun

BANDARLAMPUNG – Salah satu peserta luar Lampung yang ikut berpartisipasi pada Gebu Minang Expo di Bambu Kuning Square (BKS) adalah Kabupaten Tanahdatar. Jauh-jauh datang dari Sumatera Barat, mereka bukan tanpa misi. Daun kopi kering atau yang sering disebut kawa daun sengaja dibawa ke Lampung untuk dipamerkan.


Kawa daun merupakan bahan baku sebuah minuman khas Tanahdatar. Rasanya pun seperti kopi, namun tidak sepahit yang Anda bayangkan. Pasalnya setelah meminumnya badan akan terasa segar.

Pembuatan minuman ini sangat unik. Yaitu dari daun kopi yang digoreng di atas bara (panggang) hingga kering. Penyajiannya adalah dengan merebusnya sampai sari pati daun ini keluar dan mengakibatkan warna hitam seperti kopi.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Tanahdatar Rina Aziz mengungkapkan, kawa daun merupakan minuman tradisional.

’’Konon dulu ketika zaman Belanda rakyat Indonesia tidak diperbolehkan memetik kopi. Namun, daunnya diperbolehkan untuk diambil. Karena saking penasarannya, dijadikanlah minuman daun kopi,’’ terang Rina kemarin (26/1).

Minuman ini disajikan dengan batok kelapa untuk meminumnya. Sangat tradisional memang. Setengah batok rebusan kawa daun ditambahkan gula dan perasan jerus nipis, akan menambah kesegaran minuman ini. pengadukan minuman ini pun menggunakan kayu manis. Kebanyakan orang lebih mengenalnya dengan lemon tea.

Bagi Anda yang bergender laki-laki, minuman ini sangat cocok untuk menambah stamina badan. Minuman ini juga dihadirkan dengan penambahan telur ayam kampung. Harga yang ditawarkan untuk satu gelas kawa daun adalah Rp2.000. Sedangkan untuk penambahan telur dihadirkan dengan harga Rp5.000. atau dapat membeli bentuk keringnya yaitu hanya dengan Rp10 ribu per bungkusnya.

Tidak hanya minuman khas saja yang dihadirkan Kabupaten Tanah Datar. Terdapat juga minuman kopi pinang dan ramuan pinang. Kedua minuman ini terbuat dari bahan-bahan rempah yang menyehatkan tubuh.

Khas Tanahdatar berikutnya adalah daka’-daka’ simabur. Sebuah makanan yang terbuat dari tepung beras. Harga per ¼ kg Rp15 ribu. Makanan ringan lain yang ditawarkan di stan ini adalah bungo durian, emping jagung, pias kacang, kacang goreng pasir, dan kerupuk kulit.

’’Namun kerupuk kulit sudah habis saat pembukaan pameran kemarin, masyarakat banyak yang menyukainya,’’ tutur Rina.

Di samping makanan dan minuman, Tanahdatar menawarkan berbagai jenis kain. Seperti, songket, tenunan silungkang, sulaman, dan bordiran. Bagi Anda yang ingin berburu makanan khas Sumatra Barat bisa mengunjungi stan Tanahdatar.

Kebaya Kartini Bernuansa Melayu



Layaknya jenis mode lain yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan, kebaya juga terus mendapatkan modifikasi dari para perancang di tanah air. Kebaya yang biasanya dikenakan dengan kain panjang atau sarung, kini dapat dipadupadankan dengan busana dari barat, seperti jins atau rok.


Raswan, pemilik House of Kebaya & Raswan Tapis, memodifikasi kebaya Kartini khas Jawa dengan kain tenun Bidak Galah Napuh yang asli Lampung. Lewat garis rancangannya, Raswan ingin mengatakan bahwa kebaya bukan hanya bisa tampil tradisional, namun bisa juga tampil secara modern.

Kebaya pada dasarnya mempunyai ciri khas sama, yakni seksi dan eksotik. Desain kebaya pun bisa dipadukan dengan inspirasi budaya lain. Salah satu hasilnya adalah rancangan kebaya Kartini yang memiliki lipatan di bagian dada. Panjang kebaya juga menutupi panggul.

Ciri khas lainnya adalah lipatan kerah yang membentuk garis vertikal, sehingga membuat pemakainya terkesan lebih tinggi dan ramping. Pada rancangan kebayanya, ia memberikan sentuhan Jepang dengan lengan superlebar ala kimono Jepang.

Raswan memberikan permainan warna hijau, kuning, cokelat, dan merah. Sebagai bawahannya, dapat dipadukan dengan kain khas Lampung tenun tapis motif Cucuk Semaka atau bahan tenun motif kaca.

Kebaya modifikasi disebut modifikasi karena terdapat permainan detail dari struktur kebaya itu sendiri. Dalam sketsa rancangan di bawah ini, Ferry Sunarto menciptakan rancangan teknik built in bustier. Bustier jenis ini dapat disesuaikan dengan anatomi tubuh pemakainya karena teknik pemasangan barline yang membentuk tubuh secara proporsional. Perpaduan kebaya dengan nuansa gaya busana bangsa lain terlihat pada detail bagian depan yang berlipit dan bergaris empire line serta lengan berbentuk lonceng. Modifikasi juga dilakukan pada bukaan rendah di bawah leher dan penggunaan tali-temali sebagai ciri-ciri korset yang berkarakter kuat.

Selain batik dan rok, kebaya bisa saja dipadu dengan celana palazzo untuk menghadiri pesta istimewa. Kebaya dengan lengan tiga perempat atau yang panjangnya hanya setengah pergelangan paha bisa saja dipadu dengan celana capri.

Untuk aksesori, bisa dipermanis dengan pemakaian bros dan anting-anting. Agar tak terkesan ramai, Raswan menyarankan memilih salah satu antara kalung, anting, atau gelang. (dna/c2/dna)

Bidak Galah Napuh Sudah Dikonservasi

Kain tenun Bidak Galah Napuh merupakan tenun warisan budaya Lampung yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Sejak 2010, kain tenun ini telah dikonservasi, mulai dari gaya maupun proses pembuatannya.

Bidak Galah Napuh ini menjadi barang langka. Proses pembuatannya berbeda dengan tenun-tenun lain. Untuk membuatnya, sisir yang digunakan dipesan dari Jepang. Di Lampung, bahkan di Indonesia, tidak ada sisir tenun yang sesuai.

Perancang busana Lampung Raswan menguraikan, tenun ini bercirikan ikat cukil dan sungkit yang motifnya spesifik. Setelah ratusan tahun, kini House of Kebaya & Raswan Tapis mencoba membuat ulang tenun ini dengan teknik yang sama.

’’Kain tenun ini langka. Proses pembuatannya sulit. Ada bagian yang diikat dan cukil di bagian lain. Itulah yang menjadi ciri khas tenun Bidak Galah Napuh,” ujar Raswan 

Suatu hal yang membanggakan, tenun ini sudah diseminarkan pada Maret 2012 di Museum Tekstil, Jakarta, sebagai salah satu khasanah budaya yang berasal dari Lampung. Dalam seminar itu, Raswan juga menyerahkan karyanya yang menggunakan kain tenun Bidak Galah Napuh.

’’Di mana tapis itu diberi nama Tapis Radin Sinang Senipat yang terinspirasi dari cerita Warahan Radin Jambat Hangkirat, yaitu cerita sastra tutur dari Waykanan,” paparnya.

Tapis itu diserahkan langsung kepada Kepala Museum Tekstil Drs. Indra Riawan, M.Hum. oleh Raswan. Di Bandarlampung, pembuatan tenun ini juga sebagai salah satu binaan Dekranasda yang diketuai Hj. Eva Dwiana Herman H.N.

Menurut dia, tenun Bidak Galah Napuh akan terus dimodifikasi, namun tidak menghilangkan kreasi pada bahan dan sulaman tapisnya. Seperti tapis Cucuk Andak dan Cucuk Semaka. ’’Kami akan mengikuti tren, bukan sebagai kebutuhan adat. Akan tetap lebih pada pakaian modern yang bisa dipakai siapa saja,” ungkap Raswan.

Mengenakan Kain Tenun

sebagian perempuan masih menganggap bahwa kain tenun hanya pantas dikenakan pada acara-acara yang besar. Hal inilah yang justru membuat industri tenun kurang berkembang dan populer.

Dampaknya, kain tenun terancam hilang karena daya beli masyarakat yang rendah. Seharusnya perempuan tidak segan memadupadankan busana kain tenun menjadi tampilan modern yang anggun dan elegan tanpa menghilangkan unsur etnik dan kuno.

Pengurus Cita Tenun Indonesia Dhanny Dahlan berbagi tips dalam bergaya dengan tenun yang pilihannya sangat banyak dan cantik:

· Kombinasikan dengan Warna Polos

Motif tenun yang kompleks kerap membuat pemakainya takut dibilang ’’ramai’’. Cara menyiasatinya, pakailah celana atau rok polos yang berfungsi sebagai penyeimbangnya. Kombinasi jins pun bagus dan baik untuk acara santai.

· Tabrak Motif Warna Senada

Namun, bila dirasa tidak terlalu nyaman, pakailah motif dengan warna yang masih senada antara atasan dan bawahannya.

· Formal dan Kasual

Ada tenun yang bernuansa berat dan lebih cocok dikenakan untuk pesta, seperti songket Palembang yang banyak menggunakan warna emas. Namun, sarung Blongsong malah sangat cocok untuk santai. Jangan takut untuk menukar-nukar gaya tadi, sesuaikan saja dengan kebutuhan!

· Tidak Perlu Dipotong

Proses pengerjaan tenun membutuhkan waktu yang cukup lama, membuat kain tenun kerap dikenakan apa adanya sebagai helaian kain. Perasaan sayang untuk memotongnya dan menjahit kembali menjadi salah satu alasan mengapa tenun modelnya hanya itu-itu.

Untuk mengakalinya, Anda tidak perlu memotong. Cukup dengan memberi kupnat untuk menjadikan rok atau cape. Melepas kupnat tidak akan merusak siluet dan bisa disesuaikan kembali sesuai bentuk tubuh.

· Aplikasi Daerah yang Berbeda

Hal menarik dari tenun adalah asal motif yang beraneka ragam. Jadi bebaskanlah diri Anda untuk bereksplorasi. Pakai motif tenun Lampung sebagai atasan dan tenun Badui sebagai bawahan atau motif Palembang sebagai luaran dan motif Makassar sebagai dalaman, kombinasi ini akan membuat Anda terlihat semakin cantik. 

Tapis Kian Dinamis


KAIN batik sudah ditetapkan sebagai warisan bangsa Indonesia. Demikian juga puluhan motif kain songket Palembang sudah mendapatkan hak paten. Bagaimana dengan kain tapis yang merupakan karya seni kebudayaan asli Lampung?


Belakangan, sejumlah desainer terus mengembangkan kreasi kain tapis. Bukan hanya ingin dilirik secara nasional, tapi juga agar kain tapis dapat go international sehingga menjadi salah satu khasanah kebudayaan Indonesia yang tidak dapat dipandang sebelah mata.

Salah satu desainer yang cukup intens melestarikan kain tapis adalah Raswan. Pemilik House of Kebaya & Raswan Tapis ini selalu memodifikasi tapis agar dapat terus dikenakan para generasi muda yang kini semakin dinamis.

Upaya Raswan yang diiringi dengan menggelar pameran dan fashion show terus membuahkan hasil. Bahkan apresiasi datang dari Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Herawati Boediono pada Gebyar Tapis di Bandarlampung belum lama ini.

Menurut Herawati ketika itu, tapis mengalami perkembangan pesat dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Istri Wakil Presiden Boediono ini pun mengungkapkan kekagumannya terhadap tapis karya Raswan. Di mana kini tapis tidak hanya dapat dipakai pada acara resmi. Namun, dapat dipadupadankan dengan pakaian kasual dan modern.

’’Sekarang banyak tapis berbahan ringan dan modelnya disesuaikan dengan zaman,” ungkap Raswan

Sementara pada waktu Gebyar Tapis lalu, Raswan menampilkan dua puluh karyanya. Sebagai cenderamata, Raswan memberikan tapis motif bintang perak kepada Herawati. Bahan pada tapis itu tidak hanya terdiri atas unsur benang emas, melainkan campuran benang sutera merah biru dan cokelat yang dikemas dalam sarung serta selendang. 

Kain Tapis dari Masa ke Masa
Disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai sejak abad ke-2 Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key and rhomboid shape); pohon hayat; dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal.

Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan, dan bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh.

Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh tradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.

Masuknya agama Islam di Lampung ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis. Walaupun unsur baru itu telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.

Adanya komunikasi dan lalu lintas antar-kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan zaman bahari sudah mulai berkembang sejak zaman kerajaan Hindu Indonesia serta mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam antara 1500–1700.

Bermula dari latar belakang sejarah ini, imajinasi dan kreasi seniman pencipta jelas memengaruhi hasil ciptaan yang mengambil ide-ide pada kehidupan sehari-hari yang berlangsung di sekitar lingkungan seniman di mana ia tinggal. Penggunaan transportasi pelayaran waktu itu dan alam lingkungan laut telah memberi ide penggunaan motif hias pada kain kapal.

Ragam motif kapal pada kain kapal menunjukkan adanya keragaman bentuk dan konstruksi kapal yang digunakan.

Pameran Khazanah Kain Tradisional Nusantara

Pamerkan Kain Serat Kayu, Stan Kalimantan Tengah Jadi Favorit

Dalam rangka Festival Krakatau XXII, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung menggelar Pameran Khazanah Kain Nasional Nusantara. Dalam kegiatan yang akan berlangsung hingga 30 Oktober ini, dipamerkan puluhan jenis kain koleksi 31 museum seluruh Indonesia ditambah milik para kolektor asal Medan, Jakarta, dan Bandung.

PULUHAN tenda menghiasi halaman parkir Museum Lampung kemarin. Di depannya berdiri megah sebuah panggung. Sementara deretan kursi berbalut kain putih telah berjajar rapi. Beberapa pria terlihat sibuk merapikan tempat-tempat itu.

Kesibukan makin terasa kala memasuki halaman aula museum yang berada di Jalan Z.A. Pagar Alam, Rajabasa, ini. Ratusan siswi berseragam SMP tengah menekuni kain sulam yang berada di tangan mereka. Para siswi SMP itu tengah mengikuti lomba sulam tapis yang memang menjadi salah satu muatan lokal di kota ini.

Namun, perhatian  lebih tersedot pada aktivitas di dalam aula museum. Di sana, ratusan pengunjung tengah tekun memperhatikan deretan kain dengan beragam corak dan jenis.

Puluhan kain itu terpajang rapi. Kain-kain tersebut sengaja disusun sesuai jenis, bentuk, dan asalnya. Beragam bentuk kain, mulai yang berukuran panjang hingga persegi, dapat ditemui di sini. Bermacam motif juga bisa dilihat. Seperti motif sulur, bunga, dan binatang.

Guna memudahkan pengunjung, setiap kain diberi semacam penjelasan yang berisi nama, asal, dan proses pembuatannya.

Dari puluhan stan, ada salah satu yang paling ramai dikunjungi, baik oleh pengunjung umum maupun para pelajar. Stan itu milik Museum Kalimantan Tengah (Kalteng). Di sana mayoritas kain yang dipamerkan berbahan dasar tumbuhan, berupa rumput atau kulit kayu. Antusiasme pengunjung sempat membuat pemandu stan kewalahan. Terutama ketika menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan para pelajar yang datang.

Dari penjelasan pemandu stan, salah satu unggulan mereka adalah pakaian adat laki-laki dari suku Dayak yang terbuat dari kayu nyamu. Nyamu adalah nama daerah jenis pohon hutan yang mengandung serat bagus untuk kain bahan pakaian. Biasanya setelah pohon ditebang, kemudian dipotong-potong dan kulit luarnya dilepas dan dipukuli hingga tinggal serat halusnya. Serat inilah yang akan dijadikan kain.

’’Biasanya direndam lebih dahulu dan dijemur di bawah terik matahari. Kemudian dipukul-pukul sampai terlihat licin. Semakin besar pohonnya, akan semakin bagus kulitnya,” ungkap Kepala Museum Kalteng Berthi Letlora, S.H.

Ia menyebutkan, selain kayu nyamu, kain tradisional suku Dayak ini juga dapat dibuat dari salusi, banturung, puru, dan karet mahumbung. ’’Untuk menghasilkan sehelai kain, dibutuhkan waktu cukup lama. Bisa sekitar satu minggu. Pengerjaannya pun tidak bisa sembarangan, harus menggunakan perasaan,” ujar pria berkulit hitam ini.

Meski terbuat dari serat kayu, jenis kain ini terasa sangat lembut dan nyaman saat dikenakan. Untuk membuatnya terlihat lebih indah, pakaian serat kayu itu biasanya ditambahkan dengan motek warna-warni.

Diketahui, Pameran Khazanah Kain Tenun Nusantara sengaja digelar sebagai bentuk apresiasi kain tenun tradisional Indonesia menuju pasar global sekaligus rangkaian kegiatan Festival Krakatau XXII. ’’Dari sana. kita mencoba mengenalkan kain tradisonal Lampung dalam kancah yang lebih besar,” ujar Kepala Bidang Pariwisata Disbudpar Lampung Yusuf Rusman, M.M. di sela kegiatan.

Menurutnya, pameran ini menyajikan beragam produk buatan Indonesia. Di antaranya kain kulit kayu dari Sulawesi Tengah, tenunan serat palem dari Papua, selimut ikat dari Sulawesi Barat, batik dari Jawa, songket benang emas dari Sumatera Selatan, hingga inovasi-inovasi kontemporer yang berkisar dari akhir abad ke-19 hingga saat ini.

Selain wisatawan domestik, kegiatan itu juga menarik minat turis mancanegara. Salah satunya turis asal Eropa, Barbara Jonsen. Ia mengaku sengaja mengunjungi pameran ini untuk melihat langsung keunikan dan keanekaragamn kain Indonesia. ’’Saya suka sekali dengan kain,” katanya dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.

Perempuan yang mengaku sejak kecil telah tinggal di Jakarta ini menilai pameran seperti itu perlu terus diadakan dan dikembangkan. Sehingga masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, dapat lebih mencintai dan mengetahui kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Houndstooth, Pola Klasik yang Modern

MOTIF houndstood tak pernah lekang dimakan zaman. Kesan klasik dari pola seperti gerigi anjing pemburu, kadang terlihat seperti motif zigzag, dalam warna hitam dan putih ini tetap menunjukkan modernitas pemakainya. Motif tekstil berpatron segiempat dengan sudut yang tidak beraturan ini kali pertama muncul sebagai tenunan untuk pembungkus keranjang di abad ke-19.

Pemilik Imun’s Butik Plaza Lotus Maimun Apriliani mengatakan, seiring perkembangannya, motif ini banyak dilirik perancang busana untuk pakaian musim dingin dengan bahan wol. ’’Dan ke arah yang lebih modern, houndstooth di Indonesia banyak diganti dengan bahan spandek atau sifon sehingga nyaman dipakai di segala suasana,” katanya.

’’Kini banyak pakaian yang kembali hadir dengan motif houndstooth dengan material tipis. Tidak hanya mantel, tetapi juga kemeja, dress, rompi, rok, legging, dan lainnya. Bahkan motif ini dipakai sebagai aksesori seperti dasi, jilbab, tas, dan sepatu,” kata mahasiswa IBI Darmajaya Lampung ini.

Imun –sapaan akrab Maimun– menambahkan, memakai pakaian atau aksesori bermotif houndstooth akan terlihat lebih menawan dengan paduan kain polos. Tidak melulu harus serasi dengan atasan atau bawahan. Kecuali untuk setelan jas, kemeja dengan motif houndstooth cukup serasi dipadukan dengan blazer berwarna gelap seperti abu-abu atau blue marine.

’’Motif houndstooth sudah rame, kalau dipadukan dengan kotak-kotak lagi akan terlihat aneh,” ujar perempuan berjilbab ini.

Tidak hanya motif yang bervariasi, houndstooth juga memiliki banyak pilihan warna. Diantaranya hitam, abu-abu, pink, merah, dan lainnya. Bagi yang berjilbab, akan tetap terlihat anggun dengan motif houndstooth dengan sedikit menambahkan sentuhan aksesoris sebagai pemanis pada bagian yang menjadi pusat perhatian. Diantaranya seperti gelang atau jam tangan.

Padukan motif tersebut dengan jilbab polos dan alas kaki bertumit yang akan menambah kesan elegan saat mengenakannya. ’’Kalau memakai jenis dress sebaiknya tambahkan belt untuk menyiasati bagian perut,” kata dia.

Selain itu, jika menggunakan motif ini, sebaiknya pakai aksesori berwarna gold untuk menghilangkan kesan pucat pada si pemakai. Ketika menggunakan warna silver, maka akan terlihat pucat. (