Rabu, 20 Juni 2012

KEINDAHAN TENUN IKAT DARI "COPA DE FLORES"

Copa de Flores yang berarti Tanjung Bunga merupakan sebutan yang diberikan oleh bangsa Portugis untuk Flores lima abad lalu. Saat kali pertama mereka tiba disana dan terpesona oleh kecantikan pulau tersebut.
Flores dihuni berbagai kelompok etnis dimana masing-masing menempati wilayah tertentu lengkap dengan aturan-aturan adat, kemasyarakatan dan budaya yang berbeda dan mengikat utuh masyarakatnya. Salah satunya adalah Sikka dari etnis mukang.
Sikka di Flores selain sebagai nama etnis juga nama kabupaten dengan Maumere sebagai ibukota. Salah satu yang terkenal dari kekayaan budaya pembuatan tenun ikat yang dipakai dalam setiap upacara adat maupun kehidupan sehari-hari.
Salah satu komunitas yang aktif terus melestarikan dan mengembangkan tenun ikat sekaligus budaya dan kesenian adat Sikka adalah Sanggar Bliran sina bertempat di desa Watublapi 20 kilometer dari Maumere.
Berdiri 1998 di oleh alm. Romanus Rewo, ayahnda dari Daniel David yang kini meneruskan perjuangan sang ayah. Komunitas ini terus menggali dan memberikan kesadaran melestarikan adapt dan budaya Sikka. Untuk pengembangan tenun ikat selalu konsisten dan terus menerus menggali penggunaan motif-motif tradisional, selain kreasi baru dan penggunaan bahan pewarna alami untuk seluruh proses pewarnaan. Untuk lebih memberdayakan anggotanya yang 56 orang itu, salah satu upaya komunitas ini adalah membentuk koperasi (2006) dan memperkenalkan ke berbagai forum nasional maupun internasional. Baik upaya mandiri maupun undangan dari berbagai pihak. Selain itu mereka mendapat bantuan manajemen dari Swisscontact Wisata.
Para perempuan penenun di Watublapi perlahan-lahan beralih dan memilih mengerjakan tenun ikat dengan warna organik yang bahan-bahannya berasal dari tumbuhan local sama seperti yang dilakukan oleh leluhur mereka.
Komitmen tersebut dijalankan bersama dimotivasi oleh beberapa hal, yakni pelestarian warisan budaya bangsa (tenun ikat tradisional dapat dijumpai dari Sabang sampai Merauke), berwawasan lingkungan (mengurangi limbah dari bahan pewarna kimia dan melakukan penanaman kembali tanaman pewarna organic), kesehatan ibu dan anak (pewarna organic aman untuk kesehatan), kesetaraan gender (membantu kaum ibu memiliki penghasilan sendiri) dan mengangkat ekonomi kerakyatan (menambah pendapatan perkapita keluarga).
"Mata pencaharian masyarakat setempat adalah bertani, selama pengamatan selama 3 tahun terjadi peningkatan income setelah mereka juga membuat tenun ikat dalam kelompok kami." Jelas Danial David.
Dalam pameran ini kali mengusung rombongan 18 anggota dari Sikka dan 300 lebar tenun ikat dan sekaligus perangkatnya, seperti alat pintal kapas menjadi benang dan alat tenun.

Selasa, 12 Juni 2012

Palembang Tunggu Hak Paten Motif Songket

Pemerintah Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, masih menunggu hak paten atas usulan 49 motif songket yang mereka daftarkan pada 9 November 2004 ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.
“Sampai kini kami masih menunggu keputusan Menteri Hukum dan HAM mematenkan 49 motif songket dari yang mereka usulkan 71 motif,” kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Palembang, Hatta Wazol di Palembang, Sabtu.
Menurut dia, usulan hak cipta motif songket tersebut didaftarkan sejak Tahun 2004. Namun sampai saat ini baru 22 motif songket yang diterbitkan hak patennya, tambah dia.
Ia mengatakan, pihaknya telah mengusulkan kembali 49 motif songket yang belum mendapatkan paten tersebut.
Mendaftarkan hak cipta dan kekayaan intelektual pengrajin songket Palembang tersebut merupakan salah satu upaya melestarikan dan memberikan perlindungan hukum serta penghargaan atas kreativitas pengrajin yang telah bertahan turun temurun, katanya.
Dia menjelaskan, pendataan ulang terhadap 49 motif songket tersebut telah mereka lakukan.
Motif songket yang telah dikreasikan pengrajin tersebut merupakan aset atau kekayaan daerah sehingga wajib diberi perlindungan, ujarnya.
Hatta menambahkan, sebanyak 22 motif songket yang telah dipatenkan tersebut diantaranya lepus pulir tigo negeri, limar berantai, limar mawar jepang berantai, bungo intan dan limar kandang (jando beraes).
Sementara bungo pacik, dua warna bunga kayu apui, lepus bintang berakam, tabur limar bintang gajah mada, jupri dan bungo bakung merupakan sejumlah motif yang kembali diusulkan karena termasuk 49 motif songket yang belum terbit patennya, tambah dia.